Home » , , , » Merah Putih Tak Berkibar Lagi

Merah Putih Tak Berkibar Lagi

[Bendera di depan sekolah]
Pada hari sabtu nanti, negara kita Indonesia genab berumur 68 tahun tepatnya pada tanggal 17 Agustus 2013. Sudah menjadi ritual tahunan pemerintah dan seluruh masyarakat Indonesia dari Sabang sampai Meroke untuk merayakan hari kemerdekaan bangsa tercinta ini. Merayakannya, sebagai ungkapan terimakasih kepada pejuang-pejuang yang telah berjuang untuk bangsa ini. Pemerintah pusat tidak pernah absen melaksanakan upacara bendera pada hari ulang tahun kemerdekaan tersebut, hal yang sama dilakukan oleh seluruh pemerintah daerah kabupaten kota seluruh Indonesia. Upacara ini juga dihadiri oleh semua kalangan; para pelajar, mahasiswa, PNS juga masyarakat. Masyarakat di desa-desa umumnya meluapkan kegembiraan kemerdekaan dengan melaksanakan berbagai kegiatan di komplek mereka tinggal: mulai dari panjat pinang, tarik tambang, lomba makan kerupuk, balap karung, perang bantal, memecahkan balon, mengambil koin dalam terigu dan lain sebagainya, pokoknya kegiatan-kegiatan yang menghibur dan merakyat.

“Merah putih” bendera saka, bendera yang pertama sekali dijahit oleh Ibu Fatmawati, istri tercintanya Presiden Soekarno menjadi bendera Republik Indonesia pertama, bendera yang pertama sekali dikibarkan pada 17 Agustus 1945 ketika Soekarno Hatta memproklamirkan kemerdekaan Indoensia pada jam 09.00 WIB. Untuk menghormati hari kemerdekaan diwajibkan kepada seluruh masyarakat Indonesia mengibarkan bendera Mereh Putih didepan rumah masing-masing, kalau tidak salah saya didalam UUD 45 ada termaktub.

Tulisan diatas cuma basa-basi saja. Sebenarnaya ada suatu hal yang mengganjal di pikirin saya, hal ini membuat saya selalu bertanya-tanya: besok lusa mau tanggal 17 Agustus, kenapa tidak ada satupun bendera yang berkibar diseputaran Lewoleba?. Perlu teman-teman ketahui, Lewoleba adalah ibukota dari Kabupaten Lembata, NTT. Sejauh saya mengamati tidak ada satupun rumah yang sudah mengibarkan bendera, Cuma kantor-kantor pemerintah yang mengibarkannya itupun jauh sebelum momentum 17 Agustus, siang-malam, hujan-panas Merah Putih itu tidak pernah diturunkan sampai kusam dan koyak. Oya, ada cerita tentang bendera yang sudah koyak dan kusam yang berkibar didepan sebuah kantor SKPD  Kabupaten Lembata, begini cuplikannya:

Ketika saya dan seorang teman pulang menikmati semangkok bakso di sudut kota Lewoleba, untuk menghindari berjumpa dengan manusia yang berbaju stabilo kami memilih jalan yang sedikit jauh dari kota, maklum akhir bulan, kami sedang tidak ada uang dan Polisi lalulintaspun lagi rajin mencari pelanggar. Kebetulan jalan yang kami pilih adalah jalan menuju kantor SKPD tersebut. Terasa aneh dan janggal ketika melewati kantor itu, lalu kami berhenti sejenak dan menangahkan kepala ke sebuah tiang diseberang sana, “Aris, mari kita beri hormat pada Bendera malang itu. Kepada sang Merah Putih, hormat grak”. Setelah  kami memberikan hormat tibalah saatnya foto-foto. 

Aris memfoto bendera dari berbagai sudut dan saya merekamnya dengan handycame. Tiba-tiba keluar seorang pemuda yang berumur tidak lebih dari 40 tahun menghampiri kami, saya tidak curiga kalau pemuda itu staf dikantor tersebut karena waktu itu hari libur, sambil senyum pemuda itu bertanya: “kenapa difoto?” sayapun ikut tersenyum “benderanya keren pak, gaul, banyak robek-robeknya”, cetus saya. Dia bertanya lagi: “foto itu mau diapain?”, dengan polos saya menjawab: “Oo..foto ini mau kami perlihatkan sama Pak Bupati, kami prihatin kantor ini tidak punya dana untuk beli selembar bendera, miskin banget”. Dengan muka masam pumuda tadi meninggalkan kami tanpa pamit, dengan muka pucat kamipun meninggalkan kantor itu karena takut dipukul oleh orang yang tidak senang atas ulah kami. Keesokan harinya ketika pulang dari minimarket sayapun melewati jalan yang sama dan apa yang terjadi? Alhamdulilah; Merah Putih sudah mandi, sudah baru, warna merah dan putihnya sangat jelas “jreng”. Saya mencoba untuk berhenti dan memberikan hormat kepada Merah Putih itu. Sambil mendoakannya “semoga kamu selalu dijaga dan tidak kedinginan”.

Ehh..udah pada ngawur ni. Kembali lagi ke bendera yang belum dikibarkan di seputaran Lewoleba tadi. Sempat terlintas dalam pikiran saya, apa yang menyebabkan banyak masyarakat cuek untuk mengibarkan bendera, cuek untuk menyemarakkan hari kemerdekaan. Sempat juga saya bertanya pada beberapa warga kenapa Merah Putih tidak kunjung mereka kibarkan, lebih cepat kan lebih baik. Beberapa warga menjawab, mereka tidak mempunyai bendera Merah Putih dirumah. Jawaban yang konyol, klasik tapi masuk akal. Coba saja kalau saya banyak uang, ingin sekali menyumbangkan bendera Merah Putih kepada warga yang belum mempunyai seperti yang banyak dilakukan oleh para calon legislatif jaman sekarang dengan mudah membagi-bagikan bendera partai dan baju partai. Sesekali bolehlah pak calon legislatif; kasi juga bendera Merah Putih kepada warga. Pasti warga akan senang, lebih berkesan dan lebih ingat sama bapak. Hehehe

Berbicara bendera, saya jadi ingat kisruh bendera di Aceh yang tak kunjung selesai. Bintang Bulan itu harga mati kata orang Aceh. Bintang Bulan adalah bendera Provinsi Aceh, bukanlah bendera Negara Aceh dan Merah Putih adalah bendera Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), sangat jelas NKRI itu dari Sabang (Aceh) sampai Meroke (Papua). Tidak ada yang memungkiri bahwa Aceh adalah bagian dari NKRI.

Biarpun rakyat Aceh bangga dengan bendera “Bintang Bulan” tapi mereka lebih bangga dengan bendera “Merah Putih” hampir setiap rumah di Aceh, masyarakatnya memiliki bendera Merah Putih dan  hanya sedikit yang memiliki bendera Bintang Bulan. Ini semua menjadi bukti bahwa rakyat Aceh sangat cinta kepada Indonesia. Rakyat Aceh tidak ingin merdeka yang diinginkan rakyat Aceh adalah sejahtra.

Selamat Ulang Tahun Indonesiaku.
Semoga Allah selalu meridhaimu.


[M. Darmansyah Hasbi]

Previous
« Prev Post

0 komentar:

Posting Komentar