Home » , » Syahdunya Malam Purnama

Syahdunya Malam Purnama

“Biarpun terpisah ruang dan waktu, namun bulan yang kita pandang tetaplah sama. Jadi serasa dekat”

Sepotong kalimat yang sering di ucapkan oleh pujangga cinta dan katanya itu kalimat gombal. Tapi bagiku itu kalimat yang luarbiasa.

Ketika bulan purnama tiba dan langitpun cerah, disanalah malam-malam terindah bagiku, purnama menjadi penerang rumah dimana aku tinggal disebuah desa tanpa listrik, desa yang selalu gelap gulita dipinggir hutan sana.

Biasanya aku duduk dibalik jendela rumah yang berhadapan langsung dengan bukit, terkadang, bulan berada di seberang bukit, dibalik dedaunan atau diatas rumah. Dimanapun posisi bulan tetap menjadi incaran malamku. Dimanapun kau pergi akan kukejar. Seperti yang aku lakukan malam ini, mencari posisi yang tepat sehingga leluasa melihat purnama dan rupanya jendela kamarku adalah posisi paling tepat dan mantap. Semua aktivitas dimalam ini kulakukan sambil memandang purnama mulai dari menyiapkan bahan ajar, memeriksa tugas siswa, sampai makan malampun kulakukan sambil memandang satelit Bumi itu. Suasana sangat anggun dan  romantis.

Purnama indah yang membuatku bahagia seolah tersenyum dan mengajak bicara. Ohh...purnama, andai saja  kau muncul setiap malam maka aku adalah temanmu yang paling bahagia. Ketika malam purnama itulah malam yang paling romantis, pemandangan langit ciptaan Allah yang sangat menabjubkan nan indah apalagi miliaran bintang yang selalu menemaninya. Kedipan bintang kejora dan gerakan pelan awan membuat malam lebih syahdu. Kalau cuaca sedang cerah, sempatkanlah melihat purnama apa lagi kalau sopannya angin menyentuh kita, udara sejuk diiringi nyanyian jangkrik menjadi pengiring syahdunya malam, wahhh...luar biasa, malam yang sangat indah.

Dibalik jendela, aku melihat bulan bercahaya lembut nan indah itu sembari mengingat orang yang aku rindu. Betul kata orang, kalau kamu merindukan seseorang maka lihatlah bulan, biarpun terpisah ruang dan waktu, namun bulan yang kita pandang tetaplah sama, jadi akan serasa dekat. Dimanapun kita berada, mau di hutan, gunung, laut maupun kota, bulan yang kita pandang tetaplah bulan yang sama dialah satelit bumi yang tulus memancarkan cahaya lembutnya.

Pria sering memuji wanita pujaanya dengan ungkapan “diwajahmu kulihat bulan”. Akan tetapi, wanita cerdas pastilah tersenyum sambil protes karena wajah bulan penuh dengan bopeng-bopeng. Bopeng berupa kawah di bulan yang disebabkan oleh banyaknya meteoroid yang mencapai permukaan bulan. Hal ini terjadi pada muridku ketika kami belajar tentang Tatasurya, namanaya Ronal anak cerdas sedikit bandel, dia mencoba menggoda Nita yang sedang serius merangkum hasil diskusi kelompok:
Nita, “diwajahmu kulihat bulan” tersentak, tersenyum, samabil teriak Nita memperlihatkan referensi di buku fisika,“ bulan itu tidaklah indah seperti yang kau liat, ni baca...”. Teriak Nita.

Suasana kelas jadi heboh karena ulah mereka. Dalam hati aku berucap, “ bulan yang pak guru lihat indah lho nak”. heehehhe

Malam romantis inilah yang sangat kurindukan, aku berjanji tidak akan melupakan malam  anggun ini, malam ketika bulan purnama menerimaku sebagai teman, ketika jangkrik ikhlas bernyanyi untukku, iringan suara ayam hutan dan teriakan anjing membuat irama malam semakin merdu, ketika angin gunung menyentuh dengan lumbut sampai membuat jaket tebalku tergoda. Ya. malam ini, malam ketika senyum purnama membuatku terpana dibalik jendela rumah tanpa kaca di Desa Lerek sana. Aku tidak yakin bisa melihat purnama diwaktu dan tempat yang berbeda dengan suasana anggung dan romantis seperti malam ini.

Purnama, sapalah aku dimanapun kau berada...
Aku akan merindukannya........


*Desa Lerek, Ketika Bulan Purnama  November 2012 
[M. Darmansyah]

Previous
« Prev Post

0 komentar:

Posting Komentar