LATEST POSTS

Mewujudkan Generasi Unggul





























Koneksi antar materi modul 1.3 ini berisi apa yang saya pahami mengenai kaitan peran saya sebagai guru dalam mewujudkan filosofi pendidikan Ki Hadjar Dewantara dan Profil Pelajar Pancasila pada murid-murid saya dengan paradigma inkuiri apresiatif (IA) di sekolah. Materi-materi sebelumnya sangat berkaitan mulai dari filososfi pemikiran Ki Hadjar Dewantara, nilai dan peran guru penggerak, serta manajemen perubahan dengan model inkuiri apresiatif dengan tahapan BAGJA untuk mewujudkan visi Guru Penggerak.

Keterkaitan Visi Guru Penggerak dengan Pemikiran Ki Hadjar Dewantara

Visi guru genggerak harus sejalan dengan filosofi pendidikan Ki Hadjar Dewantara, bahwa tujuan pendidikan adalah menuntun segala kodrat yang ada pada anak-anak, agar mereka dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik sebagai manusia maupun sebagai anggota masyarakat. Sehingga, dalam menyusun visi, guru harus berfokus pada murid agar murid dapat berkembang sesuai kodrat alam dan kodrat zamannya. Guru diharapkan dapat menggali peta kekuatan baik dari faktor internal maupun eksternal untuk mewujudkan visinya.

Ki Hadjar Dewantara memilih metode among dalam mendidik anak. Metode among dikenal dengan metode pengajaran dan pendidikan berdasarkan Asih, Asah, dan Asuh. Among memiliki pengertian menjaga, membina, dan mendidik anak dengan kasih sayang, membimbing anak dengan ikhlas sesuai bakat dan minatnya, memberikan tuntunan agar anak dapat menemukan kemerdekaannya dalam belajar.

Keterkaitan Visi Guru Penggerak dengan Nilai dan Peran Guru Pengerak

Visi guru penggerak harus mampu mencerminkan nilai dan peran dari guru penggerak dalam mewujudkan profil pelajar Pancasila sehingga guru penggerak haruslah memiliki nilai dan mampu menerapkan perannya sebagai guru penggerak, antara lain: menjadi pemimpin pembelajaran, menggerakkan komunitas praktisi, mendorong kolaborasi antar guru, menjadi coach bagi guru lain, dan mewujudkan kepemimpinan murid.

Sebagai guru, kita harus memiliki visi yang jelas menggambarkan seperti apa layanan dan lingkungan pembelajaran yang perlu diberikan pada murid. Keyakinan kita atas visi itulah yang terus membuat kita terpacu untuk melakukan peningkatan kualitas diri serta menguatkan kolaborasi di lingkungan sekolah sehingga menjadi upaya perbaikan yang berkesinambungan.

Tantangan bagi guru agar bisa memberi ruang pada semua murid untuk belajar dan mendapatkan pendidikan yang semestinya. Pembelajaran yang berpihak pada murid. Untuk itu, nilai-nilai dari guru penggerak seperti mandiri, reflektif, kreatif, inovatif dan berpihak pada murid semestinya melekat dalam diri seorang guru penggerak, agar mampu menjalankan perannya dengan baik demi mewujudkan visinya, yaitu 

Mewujudkan Generasi Unggul Berlandaskan Profil Pelajar Pancasila.

Untuk mewujudkan visi tersebut maka guru harus bisa memetakan kekuatan yang ada baik dari dirinya sendiri maupun lingkungan di sekitarnya. Bisa dari Kepala Sekolah, rekan sejawat, orang tua murid, masyarakat, sarana prasarana maupun murid itu sendiri. Setelah memahami peta kekuatan maka bisa menemukan strategi untuk melakukan perubahan mewujudkan mimpi menjadi nyata.

Inkuiri Apresiatif BAGJA

Apabila guru penggerak sudah memiliki nilai dan menerapkan perannya sebagai guru penggerak, maka akan mampu mewujudkan visinya. Visi tersebut akan tercapai bila terukur, konkret, sistematis dan terencana. Guru harus memiliki visi yang mengarah kepada perubahan, baik perubahan di kelas atau perubahan di sekolah. Untuk mencapai perubahan tersebut guru perlu mengenal pendekatan manajemen perubahan. Manajemen pendekatan perubahan sering disebut sebagai Inkuiri Apresiatif (IA) dengan tahapan bernama BAGJA.

Inkuiri Apresiatif adalah manajemen perubahan yang kolaboratif dan berbasis kekuatan. Pendekatan IA dapat dimulai dengan mengindetifikasi hal baik apa yang telah ada di sekolah, mencari cara bagaimana hal tersebut dapat dipertahankan dan memunculkan strategi untuk mewujudkan perubahan ke arah yang lebih baik. Untuk melaksanakan IA diperlukan sebuah strategi. Strategi itu dikenal dengan akronim BAGJA, yakni Buat pertanyaan, Ambil pelajaran, Gali mimpi, Jabarkan rencana, dan Atur eksekusi.

Perubahan yang diharapkan tentu saja harus tetap mempedomani filosofi pemikiran Ki Hajar Dewantara. Bahwa pendidik hanya berperan sebagai penuntun murid menuju kodrat alam dan kodrat zaman. Anak-anak hidup dan tumbuh sesuai kodratnya sendiri, guru hanya bisa menuntun tumbuhnya kodrat tersebut. 

_________________

Tugas:
1.3.a.8. Koneksi Antar Materi - Modul 1.3

Muhamad Darmansyah, S.Pd.
SDN 15 Merah Arai
- CGP-6-Sintang 

Guru Penggerak di Masa Depan

Dimasa depan saya ingin menjadi guru penggerak yang selalu tergerak, bergerak dan menggerakkan ekosistem sekolah dan masyarakat sekitar untuk meujudkan pendidikan yang berkualitas dengan murid yang memiliki profil pelajar Pancasila. Ingin  menjadi Guru Penggerak yang mampu mengimplementasikan nilai-nilai dan peran guru penggerak, serta mampu mengimplementasikan kompetensi Guru Penggerak.

Nilai-nilai yang harus saya kuasai di masa depan adalah:

1. Mandiri

Saya akan selalu memotivasi diri sendiri u
ntuk melakukan perbubahan yang dimulai dari diri sendiri maupun lingkungan sekitar. Perubahan harus disertai dengan rasa tanggung jawab yang sangat besar dengan apa yang telah ditugaskan, kreatif dan memiliki sifat inisiatif yang tinggi karena guru adalah role model bagi murid, untuk itu diharapkan memiliki kecakapan dan keterampilan yang patut ditiru. Nilai mandiri dengan rasa tanggung jawab dan penuh percaya diri terhadap perubahan nantinya dapat membuat saya berperan sebagai pemimpin pembelajaran.

2. Reflektif

Saya selalu mengevalusi diri terhadap apa yang sudah dicapai agar mengetahi kelebihan dan kelemahan yang bisa digunakan untuk proses perbaikan di masa yang akan datang. Menjadikan kelebihan dan kelemahan sebagai sarana menjadi guru yang lebih baik setiap waktunya. Semua yang terjadi tidak dibiarkan berlalu begitu saja, tetapi selalu mengambil hikmah. Reflektif yang dilakukan ini akan sangat berguna ketika menggerakkan komunitas praktisi.

3. Kolaborasi

Membangun hubungan kerja yang positif dengan semua pihak demi pengembangan proses pembelajaran dan memberikan kebermaknaan bagi dunia Pendidikan. Saling memberi pengaruh yang positif, berbagi ilmu dan pengalaman, membuka diri untuk jejaring yang akan dapat menambah pengetahuan dan wawasan baru sehingga saya dapat menjalankan peran guru penggerak yang kolaborasi atar guru.

4. Inovatif

Memiliki jiwa untuk melakukan pembaharuan dan menemukan gagasan cemerlang dalam mengatasi persoalan pendidikan. Berusaha selalu menemukan cara baru untuk diterapkan, sehingga pembelajaran tak terasa sebagai beban, tetapi tetap bermakna bagi murid, menggunakan berbagai sumber belajar, menyenangkan, dan sesuai dengan cara belajar murid serta melihat peluang yang ada di sekitar untuk mendukung ide orisinil demi menguatkan pembelajaran murid sehingga nantinya saya dapat menajdi coach bagi guru lain.

5. Berpihak pada Murid

Saya akan mengutamakan kepentingan perkembangan murid sebagai acuan utama dalam pembelajaran dan bukan pada pemuasan diri sendiri. Menuntun murid untuk mandiri dalam belajar,mengembangkan potensi dan membentuk karakter murid sehingga menjadi pribadi yang unggul, sesuai dengan Profil Pelajar Pancasila. Melakukan pembelajaran yang asik, kreatif dan menyenangkan sesuai dengan konteks kearifan lokal. Dengan kemandirian murid, diharapkan dapat meujudkan kepemimpinan murid.

_____

Tugas 1.2.a.6. Demonstrasi Konstektual - Modul 1.2

Muhamad Darmansyah, S.Pd.
SDN 15 Merah Arai
- CGP-6-Sintang –

Refleksi Pemikiran Ki Hadjar Dewantara

Anak dilahirkan sebagai manusia yang istimewa dengan segudang bakat dan minatnya. Bakat dan minat anak tidak selalu harus sama, dimana anak memiliki latar belakang yang berbeda, budaya, agama, suku, dimana semua itu mempengaruhi bakat dan minatnya. Dengan perbedaan-perbedaan tersebut maka anak harus dididik dengan cara yang sesuai dengan  tuntutan  alam, budaya, adat istiadat  dan zamannya  sendiri. Zaman abad 21 dengan teknologi seperti sekarang, pembelajaran berbasis IT sangat di depankan. Pendidikan kasih-sayang sangat diutamakan, tidak boleh ada lagi pendidikan dengan kekerasan.

Ki Hadjar Dewantara memilih metode among dalam mendidik anak. Metode among dikenal dengan metode pengajaran dan pendidikan berdasarkan Asih, Asah, dan Asuh. Among memiliki pengertian menjaga, membina, dan mendidik anak dengan kasih sayang, membimbing anak dengan ikhlas sesuai bakat dan minatnya, memberikan tuntunan agar anak dapat menemukan kemerdekaannya dalam belajar. 

Ki Hadjar Dewantara mengatakan: Pendidikan bertujuan untuk menuntun segala kodrat yang ada pada anak-anak, agar mereka dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya. keselamatan dan kebahagiaan tidak terlepas dari karakter atau budi pekerti yang baik.

Di sisi lain, Ki Hadjar Dewantara menjelaskan bahwa keluarga menjadi tempat yang utama dan paling baik untuk melatih pendidikan sosial dan karakter baik bagi seorang anak. Dimana keluarga dijadikan sebagai komunitas terkecil yang menjadi dasar, modal untuk beranjak ke komunitas yang lebih besar yaitu masyarakat. Pendidikan dalam keluarga adalah kunci. Oleh karenanya peran keluarga tidak boleh dilepaskan dalam pembentukan budi pekerti anak, lebih-lebih sekolah dalam hal ini guru hanya mengambil peran sangat sedikit di sekolah dengan waktu yang sangat terbatas. Orang tua dan masyarakatlah yang paling banyak mengambil waktu dalam hal membentuk karakter atau budi pekerti anak.

Penting bagi Guru untuk memandang anak sebagai manusia yang istimewa, yang memiliki segudang bakat dan minat yang luar biasa dan juga berbeda-beda. Tugas Guru hanyalah menuntun mereka untuk mencapai kesuksesnya, mengeluarkan kekuatan yang ada pada diri mereka sendiri. Seperti anak yang berbakat di bidang musik, maka guru harus menuntun mereka untuk mencintai musik. Anak yang berbakat di bidang politik, guru menuntun mereka untuk menguasai ilmu politik dan mengaplikasikannya dalam mansyarakat.

Apa yang di sampaikan oleh Ki Hadjar Dewantara masih sangat relevan dengan kondisi pendidikan di zaman sekarang bahkan pendapat-pendapatnya kerap dijadikan penuntun untuk membantu kesuksesan pendidikan yang lebih baik kedepannya. Seperti kemerdekaan dalam mengajar, belajar dan berbudaya, jauh sebelum Indonesia merdeka KI Hadjar sudah berulang-ulang menjelasknaya bahwasanya negara kita memiliki semua kekuatan itu. Silahkan mengadopsi sestem pendidikan barat, budaya barat, tetapi ingat, kita juga punya sistem yang bagus dan budaya yang kuat yang harus ditanamkan pada setiap jiwa anak-anak Indonesia karena adat istiadat itu adalah penuntun untuk keselamat dan kebahagiaan.

___

Saya percaya bahwa anak dilahirkan sebagai makhluk yang istimewa dengan bakat dan minatnya yang luar biasa, dengan kemampuan kecerdasan yang berbeda. Namun dalam pembelajaran di kelas saya masih berpacu dengan waktu dan fokus mengejar target materi dan terabaikan dalam menuntun budi pekerti anak untuk menjadi lebih baik.

Setelah mempelajari modul tentang pemikiran Ki Hadjar Dewantara, perubahan pemikiran dan perilaku saya  adalah dalam proses membelajarkan di kelas, sebagai guru harus mengutamakan keteladanan, karena melalui keteladanan yang baik lebih berpengaruh dari pada seribu ucapan yang kita ucapkan, dan dalam proses pembelajaran guru harus mengembangkan seluruh potensi siswa baik Cipta (kognitif) dan Karsa (afektif) sehingga menciptakan Karya (psikomotor) sehingga melahirkan anak yang cerdas,kreatif dan berbudi pekerti baik. Selain itu, proses pembelajaran hendaknya menyesuaikan dengan gaya belajar, gaya berfikir, minat dan bakat anak.

Yang segera bisa saya terapkan di kelas dari pemikiran-pemikiran Ki Hadjar Dewantara adalah melaksanakan proses pembelajaran yang aktif, inovatif, efekif dan menyenangkan yang berfokus pada anak dengan penuh kelembutan dan kasih sayang.

___

Muhamad Darmansyah, S.Pd.
SDN 15 Merah Arai
CGP- 6 - Sintang, Kalbar

Buku Pertama

Catatan yang Tercecer
Tahun 2012 sewaktu mengajar anak-anak di pedalaman NTT, ada banyak sekali pengalaman yang saya dapat. Saya mulai mencintai dunia pendidikan berawal dari pulau Lembata. Biarpun kuliah di FKIP, waktu itu saya tidak ingin menjadi guru. Bagi saya kuliah adalah proses untuk dewasa dan merubah pola pikir saja. Program SM3T membuat saya mencintai profesi sebagai guru. Berdiri di hadapan anak-anak adalah sebuah kegembiraan.

Setelah satu tahun dilatih survival di Pulau Lembata, hidup tanpa listrik, air, dan sinyal. Selanjutnya ditarik kembali ke kampus untuk dilatih dalam program Pendidikan Profesi Guru (PPG) berasrama selama satu tahun pula. Tidak kalah serunya dengan belajar di pedalaman. Saat PPG, belajar dari pagi sampai sore ditambah program karakter di malam hari selama satu tahun hampir saja membuat kami stress, untung saja alam pedalaman telah melatih kami supaya lebih kuat dan tahan banting dalam keadaan apapun. Optimis dan tidak mengeluh adalah kunci untuk bertahan.

Proses yang panjang, mendapatkan pengalaman yang luar biasa, akhirnya kami kembali lagi ke pedalaman menjadi guru, namanya adalah Guru Garis Depan (GGD). Sejak akhir 2017 saya mulai bertugas di pedalaman Kalimantan Barat, hidup dengan masyarakat Melayu dan Dayak pedalaman. Masih sama seperti di Pulau Lembata, tanpa listrik, sinyal dan kali ini jalan TOL-nya adalah sungai. Jangan tanya soal nasionalisme, karena itu sudah mendarah daging. Pancasila dan Toleransi adalah makanan sehari-hari bahkan sudah khatam berkali-kali.

***
Dr. Sulaiman Tripa adalah Guru saya dalam menulis, meskipun tidak pernah belajar langsung dari beliau namun keteguhan, konsisten, semangat, kerendahan hati, dan lewat tulisan-tulisannyalah saya belajar dan terinspirasi. Momen peluncuran 44 buku karya beliau, waktu itu saya hadir. Saat itu semangat saya untuk menulis dan membuat buku ikut tumbuh dan mengalir dengan deras. Saya percaya bahwa semangat itu menular.

Buku ini merangkum pengalaman selama berada di Pulau Lembata, Borneo dan PPG di Banda Aceh. Menjadi pendidik itu sangat menyenangkan, apalagi menjadi pendidik di pedalaman, penghargaan setinggi-tingginya untuk para guru diberikan oleh masyarakat.

Sebagai orang yang sedang belajar menulis, saya tidak terlalu peduli, apakah buku ini bagus atau jelek. Layak atau tidak untuk dibaca. Bagi saya, yang terpenting teruslah menulis karena menulis adalah obat untuk menenangkan pikiran dan melepaskan beban.

Soal kemampuan menulis, seiring waktu akan berkembang menjadi lebih baik dengan sendirinya. Hanya soal waktu saja. Asalkan terus belajar dan berlatih.

Buku ini tidak dijual, jika ada yang ingin memilikinya cukup dengan mengganti biaya cetak saja. Berapa biaya dan bagaimana cara mendapatkan buku ini akan saya informasikan lebih lanjut.

Libur telah usai, pertanda sekolah telah tiba saatnya kembali bermain dengan anak-anak di pedalaman Kalimantan Barat sana. Nanti jika telah kembali ke kota kabupaten maka akan saya infokan. Tunggu ya.

Salam Literasi.

Pulangnya Orang Kampung

Banda Aceh mulai sepi. Padatnya kendaraan di persimpangan setiap sore mulai lengang. Pedagang yang berjualan sepajang jalan mulai berkurang. Langganan kue pun tidak nampak lagi dimana lapaknya. Jalan penghubung antar kabupaten mulai ramai dengan kendaraan roda dua maupun empat. Terminal mulai padat. Pelabuhan dipenuhi lalu-lalang orang. Lapak penjual bukaan mulai digantikan dengan penjual daging meugang. Ini pertanda Lebaran kian dekat, Ramadhan mulai menjauh. Ramadhan, sampai jumpa tahun depan.


Merantau adalah sebuah keharusan ketika tantangan untuk bertahan hidup di kampung halaman kian berat. Bagi orang kampung, merantau adalah solusi. Namun, pulang kampung adalah kewajiban. Tak peduli harga tiket semakin mahal, semua cara akan ditempuh asalkan bisa berkumpul bersama keluarga.

Kita sempat terbelah, mulai dari pemikiran lalu cara merespon tindakan. Politik penyebabnya. Sampai kapan pembelahan ini akan terjadi? Sampai tangan tak menjabat, mulut tak berucap dan senyum tak tergerak. Indul Fitri adalah momentum silaturrahmi paling populer. Kalau tak berani bertegur sapa karena pilihan politik maka Idul Fitri adalah alasan untuk melakukannya. Idul Fitri akan mengalahkan egoisme. Percayalah.

Ada banyak jenis manusia yang akan dijumpai saat di kampung nanti. Dari yang perjaka sampai yang duda. Dari yang tampan sampai yang mapan. Dari SMA sampai yang sarjana. Mau yang mana? Terserah anda.

Saat mau kembali ke kota jangan cari-cari perkara. Gadis yang sudah ditinggal lama segeralah dilamar. Jika tidak, akan terus sendiri di kamar. Persaingan akan semakin hebat, jika terlambat sakit hatinya sangat dahsyat.

Pulang kampung, hati-hati di jalan. Semoga selamat sampai tujuan.

Mau jadi apa kau, Nak?

Dari kecil anak harus didekatkan dengan buku, dengan Al-Quran. Supaya waktu besar akrab dengan benda-benda tersebut. 

Buku membuat otaknya bergizi, pikirannya menjadi jernih. Al-Quran membuat hatinya menjadi bersih. Hidup dengan nilai-nilai Quran membuat jiwanya terbentengi dari roh jahat yang ada dalam buku. Saya tidak akan membatasi Firash dalam hal membaca buku, sila baca buku apa saja sekalipun buku yang dilarang pemerintah. Bagaimana kita bisa tahu kalau buku itu baik atau tidak jika tidak pernah membacanya? Otak boleh sama tapi cara kerjanya pasti berbeda apalagi dalam menyerap informasi.

Kata bundanya, gadget tidak baik bagi anak. Sehingga kami sepakat untuk menjauhkan Firash dari gadget sampai batasan umur tertentu. Saya khawatir jika Firash nantinya minta gadget untuk main game online. Matanya akan cepat rusak, tulang jempolnya akan rapuh dan pikiranya akan pendek. Lalu, dari mulutnya akan sering keluar nama-nama binatang ditambah kosa kata kotor dari planet Merkerius. Saya tidak mau itu terjadi. Maka sejak dini harus diantisipasi.

Dia lahir ditahun politik, dalam perseteruan memperoleh kekuasaan, sampai sekarang belum pun selesai. Barangkali ini pertanda kalau dia harus paham politik nantinya. Siapa tahu dia bisa jadi Presiden. 

Saya berharap dia menjadi Ulama yang Saintifik nantinya. Menyukai Sains, sastra, sejarah, filsafat, hukum dan mencintai Al-Quran. Namun terserah dia mau jadi apa, asalkan masuk surga.

Edukasi
Lifestyle