Home » , » Sabar Atas Cinta

Sabar Atas Cinta

Di sudut ruangan yang luasnya tidak lebih dari 3 m2 ada sepasang kursi kayu dan satu meja bergaya klasik. Hiruk pikuk suara orang bicara tanpa henti semakin mengganggu pendengaranku, suara mobil dan sepeda motorpun tidak kalah berisiknya. Ingin sekali aku protes terhadap keadaan seperti ini tapi lama-lama aku mulai berpikir, ngapain..? itu kan hak mereka..! gumanku. Begitulah berisiknya sebuah warung kopi, warung kopi dimana aku menghabiskan siang sambil mambaca koran yang ditemani segelas kopi. Nikmatnya kopi seolah mengabaikan panasnya matahari dan berisiknya kota disiang itu.

Tiba-tiba datanglah seorang pemuda dengan badan tegap, tinggi dan hitam manis, menghampiri meja tempatku duduk. “Assalamualaikum Bang, apa kabar?”. Belum sempat menjawab salam, aku mulai terheran-heran, “siapa gerangan orang ini”, gumanku. Aku menjawab salam dan menjulurkan tangan kepada pemuda itu.

“Afnan . Masi kenal?” dia memperkenalkan diri.
“Ohh..ya ampun,  udah berubah kamu Afnan ” sahutku malu-malu.

Aku mempersilahkan Afnan duduk dan kami mulai bercerita seputar perjalanan hidup yang telah kami jalani selama ini, mulai dari pekerjaan, tempat tinggal dan keluarga tidak lupa kami bernostalgia kisah ketika kami masi kuliah dulu. Afnan  memang sudah berubah, terutama dalam hal fisik. Sekarang dia terlihat sehat dan badannya mulai berisi tidak seperti dulu, kurus krempeng.

Tidak terasa dua jam kami bercerita. Waktu berlalu begitu cepat, sore pun sudah mulai menampakkan wajahnya seolah mengintruksikan langit untuk menggelap, awan hitam ingin menyiram kotaku, kota yang sudah lama tidak basah.

“Aku pamit dulu, ini ada undangan pernikahanku” pamit Afnan  padaku.
“terima kasih, Insya Allah aku datang” sahutku. Sambil senyum aku ambil kertas yang dia sodorkan.

Aku mencoba untuk membuka undangan warna kuning klasik ala jaman dulu, sebuah kertas bergaya minimalis yang dipadukan dengan corak-corak modern. Didalamnya terlihat nama dua mempelai yang sudah melangsungkan akat nikah yaitu: Dr. rer.nad. Afnan Hanafiah. dan Assyifatul Haifa, M.Sc. Aku tersenyum bangga dibalut bahagia menerima undangan ini. Bagaimana tidak, teman baikku yang dulu selalu aku ejek karena tidak punya pacar kini mau melangsungkan resepsi pernikahannya. Aku yang dulunya sudah memiliki pacar dan pacaran sampai sekarang namun belum juga menikah. Memang nasip.
                                                ******
Namanya Afnan Hanafiah, pria tinggi dan ganteng, punya pemikiran sederhana terhadap kehidupan yang membuatnya selalu bahagia. Komitmen terhadap prinsip hidup, sebuah prinsip yang selalu dijunjungnya. Apa lagi soal cinta, dia sangat hati-hati.

Afnan  teman satu kuliahku dulu, kami selalu bersama-sama sampai sarjana. Kata teman-teman, dia merupakan pria yang takut sama perempuan. Kalau lagi duduk sama perempuan dia gemetaran. Pernah aku amati dan mencoba untuk membuktikan apa yang orang-orang katakan terhadap Afnan , rupanya salah besar. Aku mencoba melihat dari sudut pandang Afnan, kenapa dia belum mau pacaran, padahal banyak kok perempuan-perempuan di kampus yang menyukainya. Dia cuma tinggal bilang “aku cinta kamu dek”, langsung lengket, gumanku. Kemana saja aku sering bersama dengan dia, mau ke perpustakaan, laut, mancing, nonton bola dan kemana pun aku lebih sering bersamanya. Sering sekali diskusi-diskusi kecil kami lakukan bersama, membahas semua persoalan tidak terkecuali soal cinta. Kebersamaan inilah membuat aku lebih banyak tahu bagaimana arah berpikir Afnan  khususnya dalam urusan perempuan.

Aku tersentak kaget ketika dia bercerita pancang lebar, mengeluarkan seluruh teori dan pemikirannya tentang “cinta”. Cara dia menyampaikannya tidak kalah seperti penceramah kondang. Ya. Secara pandangan agama dan logika berpikir manusia memang ada benarnya juga apa yang dia katakan tapi sulit bagi aku dan orang lain untuk menjalankannya. Tidak semua orang bisa. Hanya orang-orang pilihan yang bisa.

Aku pernah bertanya soal cinta kepada Afnan  ketika kami sedang menikmati indahnya laut sambil menyantap gorengan ala mahasiswa:
“Afnan , kenapa kamu tidak pacaran?” tanyaku.
“aku belum siap membagi cinta” jawab Afnan  tegas.
“emang kamu sudah punya pacar? Tanyaku lagi.
“sudah..!!” dengan santainya dia menjawab.
“dimana pacarmu? Kali ini nada suaraku sedikit keras, karena kesal.
“Allah sudah mempersiapkannya dan telah menentukanya, aku tinggal menunggu waktu itu tiba dan akan menikah dengan gadis yang telah Allah siapkan itu, aku mau cinta yang halal kawan” sambil senyum-senyum dia menjawab.

Setiap pertanyaan yang aku ajukan jawabannya pasti menjurus ke agama. Jawaban yang dia gunakan adalah jawaban yang boleh aku bilang adalah jawaban tauhid, dengan mengaitkan segala sesuatu dengan Allah. Sebagai orang yang beriman aku harus mempercayainya sekalipun aku belum bisa melakukannya untuk saat ini.

Dari beberapa kali aku diskusi dan memantau gerak-geriknya, Afnan  memang tipe cowok yang setia, dia tidak mau mempermainkan perempuan apa lagi meyakiti hati perempuan. Karena alasan belum mampan dan belum siap untuk menikah makanya dia belum mau pacaran. Kalau seandainya dia sudah siap lahir batin, jauh-jauh hari sudah nikah, pikirku.

Sebagai orang yang jomlo, Afnan  bebas berteman dengan perempuan mana saja tidak ada batas seperti orang-orang yang punya pacar kebanyakan yang selalu dikekang dan pergerakan yang dilakukanpun tidak bebas. Orang jomlo seperti Afnan  boleh nogkrong dengan teman mana saja, teman pulan, teman pulen, teman ini dan itu, tapi langkah Afnan tidak berlaku bagi orang yang sudah punya pacar seperti kami, itu sangat dilarang, nanti dikirain selingkuh.

Suatu hari hubungan asmaraku pernah berantakan, aku sangat stres dan terpukul sekali pada waktu itu. Ada beberapa temanku juga mengalami hal yang sama, kami semua sangat kacau. Untuk menghilangkan stres kami memilih untuk santai dan ngopi bareng. Pada saat itu semua kami yang sedang kacau melirik ke arah Afnan, dia biasa-biasa saja, bawaan gembiranya selalu terlihat, wajah tanpa beban.”enak banget jadi kamu Afnan” ucapku. Dia hanya tersenyum.  Ketika kami semua sibuk menyelesaikan masalah perempuan, masalah percintaan, Afnan  jusru sibuk dengan kegiatan-kegiatan sosial yang dilakukannya bersama sebuah organisasi tempat dia berkecimpung. Sangat luar bisa, hidupnya begitu tentram.
                                                           *******
Tidak lama setelah kami wisuda, semua teman-teman sudah berpencar, ada yang sudah ke luar kota, luar provinsi bahkan ke luar negri. Semua pada sibuk dengan aktivitas dan pekerjaan masing-masing. Afnan  memilih untuk kuliah ke luar negri, dia mendapatkan beasiswa magister dan doktor di Jerman. Komunikasi tetap kami lakukan sekalipun jauh, paling kadang-kadang dengan skype dan facebook saja. Kalau teman-teman yang lain masi bisa dijangkau keberadaannya karena masi dalam provinsi sehingga komunikasi mudah kami lakukan bahkan kami sering berkumpul dan bisa update aktivitas semua teman-teman.

Setelah lima tahun tidak berjumpa dengan Afnan, sekarang dia sudah berubah. Anak yang dulunya tidak mau pacaran sekarang mau menikah. Luar biasa. Kami yang dulunya asik pacaran bahkan sampai sekarang juga masi pacaran. Kami tidak tahu kapan akan menikah. Jujur, secara finansial aku sudah mampan dan sudah layak untuk menikah. Teman-teman yang lainpun begitu. Kami tidak tahu kenapa dan apa penyebab sehingga kami belum punya niat untuk menikah padahal umur kami tidak muda lagi.

Aku sangat takut kalau suatu hari nanti Afnan  bertanya pada kami semua, “kapan kalian menikah?” pertanyaan yang sangat mematikan. Lembut tapi kejam.

Aku baru sadar, inilah rahasia Allah. Allah sudah mengatur semuanya. Kita manusia diwajibkan untuk berusaha dan bersabar.

Pernyataan Afnan dulu tentang “cinta” sekarang sudah terjawab. Allah sudah mempertemukannya dengan orang yang sangat dicintainya yaitu seorang gadis yang pernah ditaksirnya semasa kuliah dulu. Kesabaran Afnan  untuk tidak pacaran sudah berbuah hasil dan kerja keras dia untuk mencapai mimpi tidak sia-sia. Mimpinya ingin ke Jerman, sekarang sudah tercapai bahkan dia mendapatkan gelar magister dan doktornya dari Jerman.

Afnan akan menjalani kehidupan yang halal bersama istrinya dan akan membangun keluarga sakinah, mawaddah dan warahmah. Sedangkan aku dan beberapa teman-teman yang lain masi berjuang untuk mendapatkan itu semua, mendapatkan cinta yang halal.


[18 Oktober 2013, M. Darmansyah Hasbi] 
  

Previous
« Prev Post

0 komentar:

Posting Komentar