Home » , , , , » Wisata Hati Sendirian

Wisata Hati Sendirian

Kita sering melihat orang Barat kalau jalan-jalan mengunjungi tempat wisata sering sendiri, berbeda dengan orang Asia kebanyakan khususnya orang Indonesia. Tahu kenapa? aku juga tidak tahu. Karena ketidak tahuan inilah membuat aku termotivasi untuk  mencari tahu: apa sih enaknya jalan sendirian tanpa ada yang menemani?. Aku mencoba untuk melakukan penelitian dengan mengunjugi beberapa objek wisata dan tempat-tempat keramaian yang ada di Banda Aceh. 

Langkah itu dimulai pada jam 08.30 WIB. Tempat pertama yang aku kunjungi adalah Perpustakaan Wilayah Aceh di Lamyong. Ya. Seperti layaknya sebuah pustaka memang selalu disesaki oleh pengunjung dan pengunjung paling banyak adalah mahasiswa. Kesibukannya pun macam-macam: ada yang baca buku, cari-cari buku, bahkan ada juga yang pacaran. Pustaka memang tempat pacaran paling keren, pacaran ala intelek katanya. Sebenarnya tujuan ke pustaka ini untuk membuat kartu anggota pustaka yang baru berhubung kartu lamaku tidak berlaku lagi karena faktor X. Antrian panjang di bagian andministrasi membuat aku enggan untuk berpartisipasi bersama para orang sabar itu. Mengantri merupakan pekerjaan yang kurang aku sukai kecuali kalau itu sangat penting dan mendesak. Disini aku lebih memilih memantau ala anak kampung yang baru tiba di kota, sangak-sangak. Ehh.. rupanya ketemu sama adek leting. Yah, biasalah lama tidak ketemu: nanyain kabar, cerita-cerita, ehh ujung-ujungnya; Bang mintak judul skripsi dong?. Memang dilema mahasiswa tingkat akhir kalau ketemu siapa aja apa lagi seniornya, basa-basi dikit, tetap ujung-ujungnya mintak judul skripsi. Untung aku masih banyak stok, masing-masing mereka dapat satu judul. Diterima-tidaknya judul itu bekan urusanku itu adalah derita mereka.


Perjalanan dilanjutkan menuju Mesium Tsunami. Mau tahu bagai mana dahsyatnya air bah di Aceh delapan tahun silam?. Inilah tempatnya. Barang-barang peninggalan tsunami lengkap disini. Aku cuma lihat-lihat aja dan tidak mau berlama-lama karena aku sudah pernah mengunjungi tempat ini. tempat yang paling aku suku adalah lorong tsunami. Gelap, riuh, apa lagi ada setikit percikan air; wah..rasanya romantis banget kalau perginya sama cewek tapi sayang, aku perginya sendiri. Semua kamar dan lorong aku jelajahi sampai tidak ada yang tersisa, samapai ke kamar mandinya sekalian kecuali kamar mandi perempuan. Setiba di ruangan simulasi, pengen banget nyobain alat simulasi gempa sekalian tanya-tanya tapi penjanganya tidak ada. Aku berpikir positif aja mungkin penjangnya lagi ke kamar mandi, ehh tapi kok ngak ketemu tadi yaa. Nah, parkiran. Ini yang menjadi sorotanku di Mesium ini; papan pemberitahuan harga parkir untuk kendaraan roda dua dan empat pada bagian angkanya dihapus (bukan terhapus). Setahuku harga parkiran untuk roda dua di Banda Aceh Rp. 1000,- dan Rp. 2000;- untuk roda empat tapi kenapa abang  parkir itu mintaknya Rp. 2000,- ?. Sebernarnya tidak masalah bagiku tapi ini sudah keterlaluan bertentangan dengan qanun yang dibuat dengan susah payah. Kadang-kadang sampai lempar bangku mereka di DPR berdebat tentang harga parkir ini.

Di seberang jalan, mataku tertuju pada tanah luas yang pernah dipersengketakan oleh Pemerintah Aceh dan Kodam Iskandar Muda tempo hari. Tanah luas tempat bermain, olah raga, berwisata dan tempat keramaian. Tanah itu bernama Blang padang. Ada pemandangngan lain di sebelah baratnya. Sebuah pesawat yang menjulang tinggi, gagahnya minta ampun. Pesawat yang tinggal kerangka itu adalah pesawat pertama  Bangsa Indonesia. Ya, sumbangan dari masyarakat Aceh dulu. Aku sempatkan untuk masuk dan melihat bangkai pesawat dari dekat. Keren juga pesawat ini rupanya. Ata awak kamoee sedekah jameun.



Selanjutnya menuju Mesium Kapal Apung, saksi bisu tsunami. Satu tahun aku tidak mengunjunginya. Waoee, rupanya sudah berubah 180 derajad. Kapal ini sekarang sudah terlihat keren, tempatnya sudah ditata dengan rapi nan indah apa lagi ditambah dengan jembatan yang terhubung ke seluruh area taman. Sampai ditempat ini sudah mulai siang. Teriknya matahari membuat wisatuku disini tidak terlalu lama: keliling-keliling, lihat kiri kanan, bayar parkir dan langsung kabur.

Saatnya ke Mesjid Baiturrahman. Jak barang kaho jeut, pubuet barang kapue jeut, nyang penteng sembahiang bek tinggai. Menjelang Sholat Zuhur Mesjid kebanggaan masyarakat Aceh ini di padati oleh pengunjung. Aku tidak tahu apakah semua orang yang berada di perkarangan Mesjid ini akan melaksanakan Sholat disini atau tidak, mudah-mudahan mereka juga Sholat. Setelah Sholat, aku sempatkan untuk foto-foto sejenak supaya ada bukti kalau aku sudah pernah ke Mesjid raya Baiturrahman. Jangan ngaku sudah ke Banda Aceh kalau belum foto dimesjid ini.

Tidak jauh dari Mesjid, toko buku Zikra adalah sasaran berikutnya. Awalnya tidak ada niat sedikitpun untuk mampir ke toko ini. Penasaran dengan tampilan baru dan megahnya bangunannya membuatku untuk mampir. Dalam hati aku berucap: sudah ada toko buku sekelas Gramedia di Banda Aceh, ini bakalan asik pasti banyak buku-buku updatean terbaru. Keliling-keling dan sangak-sangak langtai satu, dua dan tiga, rupaya banyak buku-buku yang bagus. Ada sekolah rimba, buku yang digarap oleh Buten Manurung, buku ini menjadi perhatianku. Biarpun terbitnya sudah lama tapi aku belum baca. Ingin sekali mengambil dan menyerahkannya ke kasir, tapi apa hendak dikata Gusti Ngurah Ray cuma satu lembar di dompetku. Kapan-kapan aja ya. Heheh

Sepertinya lagu di laptop sudah setahun tidak pernah update dan juga sudah lama tidak nonton film terbaru. Masuk ke toko Insert. Wiihhh, sejuknya. Udara dalam toko ini membuat aku pengen ngak keluar-keluar. Sejuknya bukan main gak seperti diluar, panasnya mintak ampun. Aku lumanyan lama berada dalam toko ini. Pura-puranya asik milih kaset yang bagus, gayanya mau beli padahal keasikan ngobrol sama cewek-cwek disana, sama anak remaja yang masi unyu-unyu. Alay banget pokoknya. Aku digodain lho. hehe [Darbe]


Previous
« Prev Post

0 komentar:

Posting Komentar